Reformasi 1998: Suara Rakyat yang Mengguncang Rezim, Jejak Luka dan Harapan yang Belum Usai

Ida Agus
31 Views
3 Min Read
Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya pada 21/5/1998 setelah memimpin Indonesia selama 32 tahun. (dok. Wikipeda)

Lintas Topik.Com – Bau gas air mata bercampur asap ban terbakar masih melekat di udara. Teriakan ribuan mahasiswa menggema di depan Gedung DPR/MPR. Di tengah kerumunan, seorang mahasiswi menangis sambil memeluk poster bertuliskan “Turunkan Soeharto”. Ia tidak pernah mengira, perjuangan untuk menyuarakan reformasi akan berbalas dengan kematian.

Di hari yang sama, di gang-gang kecil di Glodok, Jakarta Barat, toko-toko tutup rapat. Asap mengepul dari ruko yang dibakar massa. Ibu Lina, seorang pedagang keturunan Tionghoa, bersembunyi di bawah meja bersama kedua anaknya. “Saya hanya bisa berdoa. Kami tidak tahu apakah masih bisa keluar hidup-hidup,” kenangnya puluhan tahun kemudian, suaranya bergetar.


Akar Krisis dan Ledakan Kemarahan

Reformasi bukan dimulai dari jalanan. Ia lahir dari perut rakyat yang lapar, dari petani yang tak sanggup membeli pupuk, dari buruh yang digaji tak sebanding dengan kerja kerasnya. Dan ketika krisis ekonomi 1997 menghantam, semuanya pecah. Harga melambung, rupiah terjun bebas, dan rakyat kehilangan harapan.

Mahasiswa mengambil peran. Mereka menjadi suara nurani ketika para elite memilih diam. Dari Yogyakarta hingga Makassar, dari Bandung hingga Jakarta, kampus menjadi dapur perlawanan. Spanduk-spanduk bertuliskan “Reformasi atau Mati!” terbentang di mana-mana. Suara mereka bukan sekadar protes—itu adalah jeritan generasi yang menolak mewarisi ketakutan dan kebungkaman.


Tragedi Trisakti: Tembakan yang Mengguncang Bangsa

12 Mei 1998, empat mahasiswa Universitas Trisakti—Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie—tewas tertembak peluru tajam saat melakukan demonstrasi menuntut Soeharto mundur. Penembakan tersebut memicu kerusuhan dan gelombang revolusi nasional, yang menyebabkan pengunduran diri Soeharto di akhir bulan yang sama.


Kerusuhan Mei: Luka yang Belum Sembuh

Kerusuhan yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 menimbulkan luka mendalam bagi bangsa. Banyak perempuan—sebagian besar etnis Tionghoa—menjadi korban kekerasan seksual. Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih dari itu.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Soeharto Mundur: Titik Balik Sejarah

Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya setelah 32 tahun berkuasa. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden BJ Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya rezim Orde Baru dan dimulainya era Reformasi di Indonesia.


Refleksi 25 Tahun: Janji yang Belum Tuntas

Dua puluh lima tahun telah berlalu. Kini anak-anak muda berdiskusi di kafe, bebas mengkritik pemerintah di media sosial, dan menyuarakan pendapat tanpa takut diciduk. Tapi sebagian dari mereka lupa: kebebasan ini dibayar mahal.

Para ibu korban Semanggi masih menyalakan lilin setiap tahun, berharap nama anak-anak mereka tidak dilupakan sejarah.

Reformasi bukan sekadar tanggal dalam buku pelajaran. Ia adalah kenangan yang hidup, perjuangan yang belum selesai, dan janji yang harus terus ditegakkan: bahwa demokrasi harus berpihak pada rakyat, bukan pada kekuasaan.***

dari berbagai sumber

Editor : Agus Hidayat

- Advertisement -
Ad imageAd image
Share This Article
Leave a Comment