Wonosobo (LintasTopik.com) — Wonosobo ditunjuk sebagai lokasi perdana uji coba nasional program Inkubasi Teknologi Berbasis Budaya, yang diinisiasi Direktorat Pemberdayaan Nilai Budaya dan Pelindungan Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Kebudayaan RI.
Program ini memfokuskan pengembangan teknologi untuk mendukung aksesibilitas budaya bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas Tuli.
Salah satu inovasi utama adalah gelang “Pragati”, perangkat yang memanfaatkan getaran sebagai penanda ketukan musik untuk membantu anak Tuli menari tanpa bergantung sepenuhnya pada instruksi visual.
Alat ini dikembangkan dosen teknologi Universitas Bina Nusantara, Julius Denny Prabowo, bersama pengusaha mekatronika, Reza Pahlevi. Keduanya berkolaborasi setelah bertemu di ajang Kemah Budaya Kaum Muda (KPKM) yang digelar Dirjen Kebudayaan.
“Anak-anak Tuli juga punya hak untuk menari dan mengekspresikan diri. Dengan Pragati, mereka cukup merasakan getaran di tangan sebagai sinyal perpindahan gerakan, tanpa harus terus melihat instruktur di bawah panggung,” kata Julius Denny, Senin (11/8/2025).
Denny menegaskan, Pragati bukan pengganti pembelajaran tari manual dari guru, melainkan pendamping yang membuat anak lebih mandiri.

Meski masih dalam bentuk prototipe, ia berharap alat ini dapat diproduksi massal dengan harga terjangkau, sehingga bisa dimanfaatkan lebih banyak anak berkebutuhan khusus di Indonesia.
“Kuncinya adalah murah, praktis, dan mudah digunakan. Inovasi budaya tidak boleh hanya dinikmati segelintir orang,” ujarnya.
Pelatih tari Dena Upakara, Mulyani, yang sejak 1992 mendampingi anak-anak Tuli, menyampaikan bahwa sepuluh anak terpilih dari dua sekolah telah menjalani latihan intensif lebih dari tujuh bulan.
Mereka akan membawakan tari Ginanjar Mulyo, adaptasi dari tari Lengger, dalam penutupan Jambore Nasional di Cibubur, 18 Agustus 2025.
“Anak-anak ini bukan sekadar menari, tapi juga menyampaikan makna. Mereka istimewa dan pantas tampil di panggung tertinggi,” kata Mulyani, penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2023.
Sebelum adanya Pragati, anak-anak Tuli harus terus memandang instruktur di pinggir panggung untuk mengetahui pergantian gerakan, metode yang rawan kesalahan dan membatasi ekspresi. Dengan Pragati, mereka dapat mengikuti alur musik secara mandiri, sehingga lebih ekspresif dan percaya diri.
Menurut Mulyani, inovasi ini juga membuka peluang bagi sekolah yang selama ini tidak memiliki pelajaran tari untuk ikut dalam pendidikan budaya inklusif.
Kepala Dena Upakara, Sr. Patricia PMY, menyambut baik program ini.
“Kami bangga Wonosobo dipercaya menjadi lokasi uji coba pertama. Ini bukan sekadar alat bantu tari, tapi bukti keberpihakan pada anak-anak kami,” tandasnya.***
Editor : Agus Hidayat