Berjalan dalam Sunyi: Ribuan Warga Ikuti Mubeng Beteng di Malam 1 Sura

Ida Agus
11 Views
4 Min Read
Ribuan warga mengikuti ritual Mubeng Beteng untuk memperingati 1 Sura sebagai awal tashun baru Jawa, Kamis (26/6) malam. ( istimewa)

Yogyakarta (LintasTopik.com) – Di tengah malam yang biasanya penuh suara di Kota Yogyakarta, ada satu momen sakral di mana ribuan langkah bergerak bersama dalam diam. Mereka bukan sekadar berjalan, tetapi menyusuri jejak spiritual dalam tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng—ritual yang digelar untuk memperingati Tahun Baru Jawa 1 Sura Dal 1959 dan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H.

Malam itu, Jumat (27/6) dini hari, suasana di sekitar Bangsal Ponconiti Keben Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mulai berubah hening sejak pukul 21.00 WIB. Ribuan peserta berkumpul bersama para abdi dalem, bersiap menjemput tahun baru dalam balutan tradisi dan doa.

Dimulai dengan Doa dan Tembang, Dilanjutkan Langkah dalam Diam

Prosesi dimulai dengan pembacaan tembang macapat—nyanyian Jawa klasik yang berisi doa dan pujian. Tembang ini dipimpin langsung oleh abdi dalem keraton, K.M.T. Projosuwasono, yang juga menjelaskan makna mendalam dari tradisi ini.

“Tapa bisu bukan berarti bisu sungguhan. Kita hanya diajak tidak berbicara agar bisa lebih banyak berdoa dan merenung,” ujarnya.

Tepat pukul 00.00 WIB, setelah lonceng keraton berdentang 12 kali, rombongan mulai bergerak menyusuri rute sepanjang lima kilometer yang mengelilingi Beteng Baluwarti, benteng tua yang melindungi jantung Keraton Yogyakarta.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Jejak Spiritual yang Tak Sekadar Tradisi

K.M.T. Projosuwasono menegaskan bahwa Mubeng Beteng bukan agenda resmi Keraton, melainkan bentuk laku spiritual yang diselenggarakan oleh para abdi dalem secara turun-temurun. Tujuannya bukan pamer budaya, melainkan laku prihatin dan pengingat diri.

“Mubeng Beteng itu sebagai wujud laku prihatin. Diharapkan banyak berdoa, mensyukuri satu tahun yang lalu, lalu memohon keselamatan untuk tahun yang akan datang,” jelasnya.

Sebagian peserta memilih berjalan tanpa alas kaki, meski panitia memperbolehkan penggunaan sepatu. “Kami menyarankan tidak pakai sandal karena rawan terinjak. Kalau sepatu atau nyeker, silakan,” tambah Projosuwasono.

Rute Penuh Makna dan Refleksi

Rute dimulai dari Keben Keraton, lalu menyusuri Jalan Retowijayan, Kauman, Agus Salim, dan Wahid Hasyim, kemudian berlanjut ke Pojok Beteng Kulon. Dari sana, langkah diteruskan melalui Jalan M.T. Haryono, Pojok Beteng Wetan, Brigjen Katamso, Ibu Ruswo, melewati Alun-Alun Utara, dan akhirnya kembali ke titik awal.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Selama prosesi, tak satu pun peserta terdengar berbicara. Keheningan justru menjadi ruang bagi refleksi, kontemplasi, dan permohonan doa dalam hati.

Warisan Budaya yang Diakui Negara

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, tradisi ini telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2015. Ia menilai Mubeng Beteng sarat nilai spiritual dan memiliki peran penting dalam pelestarian adat istiadat masyarakat Yogyakarta.

“Tradisi ini menjadi sarana refleksi dan rasa syukur, sekaligus doa untuk keselamatan dan keberkahan di tahun yang baru,” ucapnya.

Pengalaman Pertama, Rasa yang Mendalam

Bagi Gabriel Maria Ana (25), warga Kulon Progo, ini adalah pengalaman pertamanya mengikuti Lampah Budaya Mubeng Beteng. “Saya ingin lebih dekat dengan budaya Jawa. Karena saya orang Jawa, rasanya penting untuk ikut nguri-uri tradisi ini,” ungkapnya.

Lain halnya dengan Wahyu Widiardana (25), mahasiswa asal Magelang. Ia mengikuti prosesi ini sebagai bagian dari riset tugas akhir kuliah yang mengangkat tema budaya Yogyakarta. “Biar lebih tahu prosesnya, nggak cuma baca, tapi ikut merasakan,” katanya.

Dalam Sunyi, Kita Mendengar Diri Sendiri

Lampah Budaya Mubeng Beteng bukan sekadar warisan budaya. Ia adalah pengingat bahwa di tengah dunia yang terus bising, keheningan kadang justru menyuarakan yang paling dalam—doa, rasa syukur, dan harapan untuk hari esok yang lebih baik.

Share This Article
Leave a Comment