Wonosobo (Lintas Topik.Com) – Tragedi evakuasi pendaki asal Brasil di jalur pendakian Gunung Rinjani menjadi momen tak terlupakan dalam ekspedisi siswa SMA Muhammadiyah Wonosobo. Dalam kegiatan yang berlangsung pada 23–30 Juni 2025 tersebut, para peserta tetap melanjutkan perjalanan hingga Puncak Anjani setelah sempat tertahan proses evakuasi jenazah korban di area Plawangan.
Dipimpin oleh pembina ekstrakurikuler PASMA (Pecinta Alam SMA), Fuad Hidayat, rombongan tiba di Lombok bersamaan dengan proses pencarian jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang dinyatakan tewas akibat terjatuh ke jurang. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menutup jalur puncak selama proses evakuasi, namun masih mengizinkan pendakian hingga area Plawangan.
Saat mencapai Pos 3, hujan deras mengguyur seluruh jalur. Setibanya di sekitar Plawangan, rombongan siswa diminta menepi oleh tim evakuasi gabungan yang terdiri dari petugas SAR, TNI, dan Polri. Di momen tersebut, suasana hening dan haru menyelimuti para pendaki muda.
“Saat jenazah lewat, kami semua terdiam. Anak-anak menunduk dalam doa,” kata Fuad saat diwawancarai usai kepulangan tim dari Lombok.
Seorang relawan menyampaikan pesan singkat namun membekas kepada siswa: “Selamat dek, besok pagi boleh muncak. Hati-hati ya muncaknya.” Ucapan itu membuat banyak peserta ekspedisi menangis.
Salah satu peserta, Irna, mengaku bahwa mereka telah siap untuk tidak mencapai puncak. “Bagi kami, puncak bukan segalanya. Bisa pulang selamat bersama tim adalah tujuan utama,” ungkapnya.
Namun cuaca cerah di pagi hari berikutnya membuka kesempatan bagi tim PASMA untuk melanjutkan pendakian hingga Puncak Anjani (3.726 mdpl). Di sana, mereka mengibarkan bendera SMA Muhammadiyah Wonosobo, bendera PASMA, dan bendera Muhammadiyah tanpa selebrasi berlebihan.
“Pendakian kali ini benar-benar membuka mata. Kami bersyukur, belajar rendah hati, dan memahami makna hidup,” tambah Fuad.
Perjalanan dilanjutkan ke Danau Segara Anak. Di kawasan tersebut, para siswa beraktivitas di sekitar danau, menikmati sumber air panas, dan menjelajah hingga Air Terjun Segara Anak. Setelah bermalam, perjalanan dilanjutkan melalui jalur Torean—yang dikenal karena lanskapnya yang ekstrem dan indah.
Perjalanan sepanjang hampir 12 jam itu mengantar siswa menyusuri jalur berbatu, dua air terjun besar, sumber air panas alami, dan pemandangan dramatis Air Terjun Penimbungan yang saat itu tertutup kabut.
Fuad menegaskan bahwa ekspedisi ini bukan sekadar latihan fisik, melainkan perjalanan pembentukan karakter.
“Anak-anak belajar arti empati, saling menjaga, dan pentingnya kembali ke rumah dengan selamat. Itulah puncak sejati,” pungkasnya.***
Editor : Agus Hidayat