LintasTopik.com
Di malam suci Waisak, langit Candi Borobudur berubah menjadi kanvas harapan. Ribuan lampion perlahan terbang menembus gelapnya malam, membawa doa dan pesan damai dari umat Buddha yang datang dari berbagai penjuru tanah air, bahkan dunia.
Festival lampion ini bukan sekadar tontonan meriah. Ia adalah bagian dari peringatan tiga peristiwa agung dalam kehidupan Siddhartha Gautama—kelahiran, pencerahan, dan wafatnya—yang menjadi inti perayaan Hari Raya Waisak.
Borobudur, Pusat Perayaan Waisak Nasional
Tahun ini, Waisak 2569 BE kembali dipusatkan di kawasan suci Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Rangkaian perayaan Waisak Nasional 2025 mencapai puncaknya pada 12 Mei, ditandai dengan kirab sakral dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur, prosesi pradaksina (mengelilingi candi searah jarum jam), peringatan detik-detik Waisak, dan tentu saja—pelepasan ribuan lampion ke langit malam.
Momen pelepasan lampion menjadi salah satu yang paling ditunggu. Ribuan orang memadati kawasan candi, tidak hanya umat Buddha, tapi juga masyarakat umum dan wisatawan yang ingin menyaksikan keindahan sekaligus meresapi makna spiritual di baliknya.
Makna Mendalam di Balik Cahaya
Di balik keindahan visualnya, setiap lampion yang terbang menyimpan makna filosofis yang dalam:
1. Cahaya Pencerahan Jiwa
Lampion melambangkan pencerahan yang dialami Sang Buddha—saat beliau memahami hakikat kehidupan dan menemukan jalan menuju akhir penderitaan. Cahaya yang memancar menjadi simbol terang batin yang membimbing umat dalam perjalanan spiritual.
2. Simbol Kebangkitan dan Perubahan Diri
Seperti lampion yang naik ke langit, manusia pun mampu bangkit dari belenggu duniawi dan menemukan jalan menuju kehidupan yang lebih damai dan tercerahkan.
3. Wujud Kasih Sayang
Dalam ajaran Buddha, cinta kasih kepada semua makhluk adalah nilai utama. Lampion mencerminkan harapan agar kebaikan, welas asih, dan kasih sayang dapat tersebar luas, menjangkau seluruh penjuru dunia.
4. Tanda Penghormatan kepada Sang Buddha
Setiap lampion adalah bentuk penghormatan tulus terhadap Siddhartha Gautama dan ajaran sucinya yang telah membebaskan manusia dari penderitaan batin.
Simbolisme Lampion Menurut Ajaran
Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, lampion Waisak juga diibaratkan sebagai pelita kehidupan. Ketika lampion dinyalakan, umat menyatakan kesiapan untuk menyalakan cahaya perdamaian dari dalam diri mereka. Prosesi ini menjadi simbol harapan akan masa depan yang lebih cerah dan dunia yang lebih damai.
Dalam tradisi Buddhis, melepaskan lampion juga berarti melepaskan segala emosi negatif seperti amarah, iri hati, dan keserakahan. Cahaya yang mengudara membawa serta doa-doa tulus agar kedamaian dan kebahagiaan tidak hanya dirasakan oleh pribadi yang berdoa, tetapi juga oleh seluruh makhluk hidup di alam semesta.
Penutup: Cahaya yang Tak Pernah Padam
Festival lampion dalam Waisak adalah refleksi spiritual yang menyentuh. Ia mengingatkan kita bahwa dalam gelapnya dunia, selalu ada cahaya harapan yang bisa dinyalakan dari dalam diri. Dan dari Borobudur, cahaya itu memancar—menerangi langit malam, menyatukan doa, dan menyebarkan damai.***
Sumber : Antara dan berbagai sumber
Editor : Agus Hidayat