Raja Ampat (Lintas Topik.Com) – Pulau Kawe, bagian dari gugusan surga bahari Raja Ampat, kini menghadapi ancaman serius. Rencana eksploitasi tambang nikel oleh PT Gag Nikel dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) memicu kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat adat, pelaku pariwisata, dan aktivis lingkungan.
Masyarakat adat Suku Kawe dan Kawei, yang telah lama menghuni wilayah ini, menyuarakan penolakan mereka terhadap aktivitas pertambangan yang dianggap mengancam kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi mereka. Aksi protes dilakukan dengan pemasangan baliho besar di Kampung Manyaifuin dan Selpele, menegaskan bahwa operasi tambang akan merusak ekosistem laut, mengganggu pariwisata, dan mengancam mata pencaharian masyarakat.
Menurut perwakilan masyarakat adat, izin konsesi tambang yang diberikan kepada PT MRP mencakup area seluas 2.193 hektare, termasuk wilayah hutan lindung dan tanah adat yang memiliki nilai ekologis tinggi. Mereka menegaskan bahwa keberadaan tambang di wilayah tersebut akan membawa dampak negatif yang besar terhadap lingkungan dan kehidupan mereka.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa izin tambang di Pulau Kawe telah diterbitkan sejak 2005, dan pemerintah hanya menertibkan legalitas serta memberikan kepastian hukum terhadap investasi yang sudah ada. Namun, pernyataan tersebut tidak meredakan kekhawatiran masyarakat lokal dan aktivis lingkungan.
Organisasi lingkungan seperti WALHI dan Greenpeace Indonesia mengkritik keras rencana eksploitasi tambang di Raja Ampat. Mereka menegaskan bahwa kawasan ini masuk dalam ekoregion laut yang sangat sensitif, dengan status kawasan konservasi yang semestinya tidak boleh disentuh oleh aktivitas pertambangan. Greenpeace menyatakan bahwa walaupun secara administratif izin lama masih sah, namun secara etika dan ekologi, proyek ini bertentangan dengan semangat perlindungan lingkungan global.***
Editor : Agus Hidayat