Ad imageAd image

Sehari Bersama Irjaki: Ketika Usia Tak Lagi Jadi Batas Bahagia

Ida Agus
57 Views
6 Min Read
Komunitas Irjaki (Irama Jalan Kaki) Wonosobo mengadakan gathering bersama anggotanya di Jogjakarta, (Lintas Topik/Ida Agus)

Wonosobo (Lintas Topik.Com) – Ada yang berbeda di pagi itu. Kamis, 3 Juli 2025, suasana halaman Masjid Jami Wonosobo terasa lebih ramai dari biasanya. Bukan karena kegiatan senam pagi yang biasa dilakukan komunitas Irjaki setiap Rabu, tapi karena ada sesuatu yang lebih istimewa: mereka akan berwisata ke Jogjakarta.

Saya, mewakili Lintas Topik, berkesempatan untuk ikut dalam perjalanan ini. Undangan dari Pak Budi Santoso, Ketua Irjaki, dan Mas Ariantono—yang sebelumnya juga kami ajak berdiskusi dalam podcast kami—menjadi pintu masuk saya menyelami lebih dalam arti komunitas ini bagi anggotanya.

Rombongan yang terdiri dari kurang lebih 150 orang, sebagian besar sudah berusia di atas 50 tahun, tampak sumringah. Ada yang sibuk mengecek bekal, ada yang tertawa-tawa, dan tentu saja, banyak yang sudah bersiap dengan kamera ponsel untuk mengabadikan momen.

Saya sempat tersenyum sendiri saat melihat seorang ibu membawa ransel berisi camilan dan termos kopi. “Kalau gak bawa bekal, ya gak seru, Mas,” katanya sambil terkekeh.

Wah bakal seru nih pikir saya. Dan ternyata betul. Sepanjang perjalanan di bus 2 yang saya naiki memang tak pernah lepas dari canda para pesertanya.

Senam bersama anggota Irjaki usai makan siang di sebuah rumah makan Jogjakarta. ( Ida Agus)

Bus, Karaoke, dan Tembang Kenangan

- Advertisement -
Ad imageAd image

Begitu perjalanan dimulai, saya merasa seperti masuk ke dalam waktu yang berbeda. Bus yang kami tumpangi berubah menjadi ruang karaoke berjalan. Satu per satu peserta menyumbang suara—tak ada yang malu-malu. Lagu-lagu yang dipilih tentu bukan lagu-lagu TikTok atau pop kekinian. Sebaliknya, yang menggema justru tembang kenangan era 70-an hingga 90-an.

Saya duduk di kursi deretasn berlakang, menikmati perjalanan sambil sesekali ikut menyanyikan bait-bait yang saya kenal. Rasanya hangat. Tidak ada yang jaim, tidak ada yang sibuk dengan gawai. Hanya kebersamaan yang begitu tulus.

Perhentian pertama kami adalah sebuah rumah makan di daerah Jogjakarta. Tapi sebelum masuk, ada kejutan kecil: dua orang berpakaian ala tokoh pewayangan menjadi pemandu Langkah rombongan . Ternyata, keduanya adalah anggota Irjaki sendiri! Kalungan untaian Melati juga diberikan sebagai ucapan selamat datang bagi Irjaki.

Sungguh momen yang menyenangkan. Rasa lelah perjalanan seolah hilang digantikan oleh tawa dan tepuk tangan. Setelah makan siang, seluruh peserta diajak melakukan senam bersama di halaman rumah makan.

Saya sempat merekam momen itu untuk konten di Lintas Topik. Tapi jujur, lebih banyak waktu saya habiskan untuk hanya menyimak dan menikmati. Ada kebahagiaan yang tidak bisa ditangkap kamera—bahagia yang muncul dari perasaan diterima, dari rasa memiliki satu sama lain.

Pak Tarjo dan Cahaya di Ujung Senja

- Advertisement -
Ad imageAd image

Di antara banyak peserta, saya tertarik pada satu sosok: Pak Sutarjo atau biasa disapa Mbah Tarjo. Beliau adalah anggota tertua Irjaki, usianya 87 tahun. Tapi jangan salah, semangatnya mengalahkan saya yang jauh lebih muda.

Mantan guru dan mantan ketua partai ini tidak duduk diam. Ia ikut bernyanyi, ikut senam, bahkan sesekali melempar canda yang membuat seluruh bus tertawa. Melihat beliau, saya sadar satu hal: usia hanyalah angka, tapi semangat adalah pilihan.

Beliau bukan sosok yang asing karena memang terkenal aktif bahkan hingga usia sudah beranjak sepuh.

“Kalau kita sudah gak sibuk cari dunia, ya waktunya menikmati hidup, Mas,” ujarnya pelan saat kami berbincang.

Tentang Irjaki, Tentang Makna Kebersamaan

Menjelang maghrib, kami tiba di destinasi utama: PICTNIQ, sebuah tempat wisata kekinian di atas bukit Patuk, Gunungkidul. Dari atas sana, city light Jogja tampak gemerlap, seperti kilauan harapan yang tak pernah padam.

Malam itu menjadi penutup perjalanan yang bukan hanya menyenangkan, tapi penuh makna.

Irjaki—singkatan dari Irama Jalan Kaki—bukan sekadar komunitas olahraga. Di balik senam Rabu pagi dan makan bersama tiap Jumat, ada ruang aman tempat para anggotanya merasa berarti. Didirikan oleh Pak Budi pada akhir 2019, komunitas ini kini punya lebih dari 250 anggota dari beragam latar belakang: pensiunan ASN, masyarakat umum, mantan pejabat, dan lain-lain.

Bersama Irjaki, mereka punya tempat untuk tetap aktif, sehat, dan—yang paling penting—bahagia.

Pak Budi pernah bilang, “Kami tidak mengejar apa-apa lagi. Yang kami butuhkan cuma ruang untuk merasa hidup.”

Dan hari itu, saya menyaksikan langsung, bagaimana ruang itu bernama Irjaki.

Sebagai bagian dari Lintas Topik, saya merasa sangat bersyukur diberi kesempatan ikut dalam perjalanan ini. Tidak hanya mendapatkan bahan cerita yang kaya, saya juga mendapatkan pengalaman yang sulit dilupakan: tentang manusia, tentang semangat, tentang hidup yang tetap bisa dinikmati meski senja mulai datang.

Terima kasih Irjaki, telah mengajak kami. Semoga semangat dan energi positif ini terus menular ke mana-mana. Karena usia bukan akhir segalanya—ia bisa jadi awal dari kebahagiaan yang lebih jujur dan bermakna.

Terima kasih juga untuk Ruth sudah menjadi bagian dari cerita hari itu. Satu hal yang bisa dicatat adalah menjalani masa tua bukan sesuatu yang perlu ditakutkan. Bahkan menjadi anugerah saat bisa menikmati dengan sehat dan bisa berkumpul bersama orang orang sebaya. Sesederhana itu. ***

Editor : Ida Agus Hidayat

Share This Article
Leave a Comment