Ad imageAd image

Sejarah Rivalitas Berdarah di Balik Chant Klub-Klub Inggris

Ida Agus
20 Views
4 Min Read
Lagu penyemangat yang dinyanyikan para supporter seringkali memiliki makna perseteruan sejarah lama antar klub. ( dok. Liverpool FC)

LintasTopik.com – Sepak bola di Inggris bukan sekadar olahraga. Ia adalah warisan, identitas, dan bahkan medan pertempuran simbolik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di tengah gemuruh stadion dan gegap gempita tribun, ada satu elemen tak tergantikan yang menyuarakan semangat para pendukung: chant.

Apa Itu Chant?

Chant adalah nyanyian atau yel-yel yang dinyanyikan oleh suporter sebuah klub sepak bola. Biasanya dinyanyikan secara berulang-ulang, chant bisa menjadi bentuk dukungan, ejekan kepada lawan, hingga ekspresi sejarah dan kebanggaan klub. Chant adalah “suara tribun”—satu kesatuan emosional yang membedakan klub satu dengan lainnya.

Namun, beberapa chant juga mengandung sejarah kelam, menjadi simbol dari rivalitas berdarah yang tidak hanya terjadi di lapangan, tapi juga di luar stadion. Mari kita telusuri beberapa rivalitas paling keras di Inggris yang mewarnai chant suporter hingga hari ini.

Liverpool vs Manchester United: Kebencian Kultural dan Ekonomi

Dua kota besar di barat laut Inggris ini telah bersaing sejak era Revolusi Industri. Rivalitas antara pelabuhan Liverpool dan jalur kereta api Manchester memicu persaingan ekonomi dan identitas sosial. Di lapangan, persaingan ini berubah menjadi rivalitas sepak bola terpanas di Inggris.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Chant-chant seperti “Murderers!” kerap diteriakkan suporter Manchester United kepada Liverpool, merujuk pada tragedi Heysel 1985. Sebaliknya, fans Liverpool membalas dengan “Always the victims”, yang dianggap mengejek tragedi Munich 1958. Chant-chant ini membelah emosi, antara penghormatan sejarah dan batas-batas moralitas.

Celtic vs Rangers: Agama dan Politik dalam Sepak Bola

Meskipun ini rivalitas dari Liga Skotlandia, namun harus disebut karena magnitudonya: The Old Firm Derby. Suporter Celtic identik dengan Katolik dan nasionalisme Irlandia, sedangkan Rangers lekat dengan Protestan dan pro-Inggris.

Chant yang dilantunkan di pertandingan ini tak jarang sarat dengan pesan politik, agama, bahkan nada sektarian. Lagu-lagu seperti “The Billy Boys” (Rangers) atau “Fields of Athenry” (Celtic) adalah simbol perlawanan, keyakinan, dan sejarah berdarah yang telah berlangsung lebih dari satu abad.

Millwall vs West Ham United: Rivalitas Kelas Pekerja

Dua klub dari London Timur ini bukan hanya dikenal karena sepak bolanya, tapi juga karena reputasi keras para suporternya. Rivalitas ini memuncak pada 1970-an hingga 1980-an, saat hooliganisme menjadi bagian dari sepak bola Inggris.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Chant-chant di laga ini penuh provokasi. Fans Millwall dikenal dengan nyanyian “No one likes us, we don’t care”, yang menjadi simbol perlawanan terhadap stigma negatif. Sementara fans West Ham membalas dengan chant yang kerap kali merendahkan status Millwall sebagai klub “kelas dua”.

Leeds United vs Manchester United: Balas Dendam Sejarah

Rivalitas ini bermula dari konflik War of the Roses antara House of Lancaster (Manchester) dan House of York (Leeds) pada abad ke-15. Meskipun kini sudah ratusan tahun berlalu, dendam sejarah itu tetap membara dalam chant suporter.

Chant seperti “We all hate Leeds scum” menjadi populer di antara suporter MU. Sementara itu, Leeds membalas dengan chant yang menyindir bintang-bintang Manchester United dan sejarah mereka.

Chant: Identitas, Emosi, dan Batas Etika

Chant adalah cara suporter menyuarakan cinta dan benci mereka. Ia bisa jadi puisi yang penuh haru seperti “You’ll Never Walk Alone” milik Liverpool atau anthem intimidatif seperti “Glory Glory Man United”. Namun, chant juga bisa berubah menjadi pisau bermata dua saat memelihara dendam, kebencian, dan ejekan yang menyakitkan.

Kini, banyak klub dan federasi sepak bola mulai mengkampanyekan chant yang lebih positif, agar sepak bola tetap menjadi ajang persaingan sehat, bukan saluran permusuhan yang merusak.

Sepak bola bukan hanya tentang 90 menit pertandingan. Ia adalah drama sosial, ekonomi, bahkan sejarah politik yang menyatu dalam suara para suporter. Chant adalah wujud paling jujur dari cinta dan fanatisme—tapi juga bisa menjadi cermin kelam dari luka lama yang belum sembuh.***

Editor : Agus Hidayat

Share This Article
Leave a Comment