Wonosobo (Lintas Topik.com) – Tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Wonosobo akan dievaluasi, menyusul aksi massa dan kritik publik yang menilai gaji wakil rakyat terlalu besar dibanding kondisi ekonomi masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2025, Ketua DPRD Wonosobo mendapat tunjangan perumahan sebesar Rp33 juta dan transportasi Rp12,7 juta setiap bulan.
Wakil Ketua menerima tunjangan perumahan Rp26,5 juta dan transportasi Rp12,7 juta, sedangkan anggota DPRD mendapat tunjangan perumahan Rp16,5 juta dan transportasi Rp12,7 juta.
Jika dihitung setahun, tunjangan perumahan bagi Ketua DPRD mencapai Rp396 juta, jauh di atas biaya sewa rumah di Wonosobo yang rata-rata hanya Rp25 juta hingga Rp60 juta per tahun.
Data ini menuai sorotan publik, terutama dari akun media sosial @wonosobo_melawan dan @wonosobomuda yang menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan asas kepatutan serta standar harga setempat sebagaimana diatur PP No. 1 Tahun 2023.
Sekretaris DPRD Wonosobo, Agus Wibowo, memastikan persoalan gaji dan tunjangan DPRD kini tengah dibahas di tingkat provinsi.
“Kepala daerah dan pimpinan DPRD dalam waktu dekat akan diundang oleh Gubernur Jawa Tengah untuk membicarakan persoalan ini. Laporan mengenai gaji DPRD juga sudah diminta provinsi melalui BPPKAD,” ujarnya kepada Lintas Topik.com, Selasa (9/9/2025).
Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Wonosobo, Tri Antoro, membenarkan adanya laporan resmi terkait belanja gaji dan tunjangan DPRD.
“Ya kami sudah berkoordinasi dengan Sekwan, kami sudah mengirimkan laporan mengenai gaji DPRD atas permintaan BPKAD Provinsi Jawa Tengah,” katanya.
Tri Antoro merinci, belanja uang representasi (gaji), tunjangan perumahan, dan transportasi DPRD Wonosobo pada 2023 dan 2024 mencapai Rp15.074.010.000. Angka tersebut naik pada 2025 menjadi Rp17.927.610.000.
Isu ini ramai diperbincangkan publik setelah sejumlah akun media sosial mengkritik ketimpangan pendapatan DPRD dengan masyarakat, terutama buruh dan petani yang rata-rata hanya memperoleh Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan.
Polemik ini menambah sorotan terhadap kebijakan daerah yang dinilai bertentangan dengan Instruksi Presiden tentang efisiensi anggaran yang dikeluarkan pada 22 Januari 2025.***
Editor : Agus Hidayat