Auckland City FC: Klub Para Pekerja yang Menantang Bintang-Bintang Dunia

Ida Agus
20 Views
4 Min Read
Auckland City, klub amatir dari Selandia Baru tampil mewakili Oceania di Piala Dunia Antarklub 2025. ( dok. Auckland City)

Auckland (Lintas Topik.Com) – Di sebuah sudut kota Auckland, Selandia Baru, berdiri klub kecil bernama Auckland City FC. Tidak ada stadion megah, tidak ada gaji miliaran, dan tak ada selebritas bola dunia di dalam skuad mereka.

 Namun pada Piala Dunia Antarklub 2025, mereka berdiri sejajar dengan klub-klub seperti Bayern Munich, Benfica, dan Boca Juniors. Sebuah keajaiban kecil di dunia sepak bola modern.

Yang membuat cerita ini luar biasa bukan hanya keberhasilan mereka tampil di turnamen internasional.

 Tapi karena mayoritas pemain Auckland City adalah pekerja kantoran, guru, pengawas gudang, pelayan restoran, hingga tukang cukur—yang di siang hari menunaikan pekerjaan biasa, lalu di malam hari berlatih sepak bola untuk mewakili benua Oseania.

Dari Gudang ke Panggung Dunia

Didirikan tahun 2004 dan berbasis di stadion mungil Kiwitea Street, Auckland City FC telah menjuarai 13 kali OFC Champions League, membuat mereka jadi langganan wakil Oceania di Piala Dunia Antarklub.

- Advertisement -
Ad imageAd image

 Meski prestasi tertingginya adalah peringkat ketiga pada 2014, cerita mereka tak pernah kehilangan daya tarik.

Conor Tracey, kiper utama mereka, adalah pengawas gudang alat-alat veteriner. Sementara striker Angus Kilkolly bekerja sebagai manajer proyek di perusahaan alat listrik.

 Sebagian besar pemain lainnya bahkan harus mengajukan cuti tanpa bayaran demi ikut serta dalam turnamen ini.

“Kami tidak digaji besar. Kami hanya ingin mewakili klub dan benua kami dengan bangga,” ujar Tracey seusai laga.

Musim ini, tim diasuh oleh Paul Posa, pelatih senior yang ditunjuk kembali sejak Januari 2025. Meskipun sempat absen di awal turnamen karena urusan pribadi, peran Posa tetap vital sebagai arsitek tim.

 Di lapangan, skuad sempat dipimpin oleh kombinasi pelatih Ivan Vicelich dan Adrià Casals.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Dengan segala keterbatasan itu, Auckland City tetap menunjukkan semangat yang luar biasa.

Tampil Melawan Bintang, Tanpa Minder

Di laga pertama mereka melawan Bayern Munich, Auckland City harus menelan kekalahan telak: 0-10. Tapi tak satu pun dari mereka menunduk malu.

 Sebaliknya, mereka merasa diberkati telah berdiri di lapangan yang sama dengan nama-nama besar seperti Harry Kane, Jamal Musiala, dan Joshua Kimmich.

Di laga berikutnya menghadapi Benfica, momen paling emosional datang setelah peluit panjang. Para pemain Auckland City berjejer untuk bersalaman dengan Ángel Di María, bintang Argentina yang mereka kagumi sejak remaja. Bahkan ada yang  beruntung bisa bertukar jersey dengannya.

“Saya tak pernah membayangkan bisa memegang kaus milik Di María. Itu bukan sekadar kenangan—itu mimpi yang jadi nyata,” ungkap Gerard Garriga, gelandang asal Spanyol yang sehari-hari bekerja sebagai pelayan restoran.

Lebih dari Sekadar Skor

Di mata Auckland City, Piala Dunia Antarklub bukan tentang gelar atau trofi. Ini adalah panggung pengakuan.

 Bahwa kerja keras, meski tanpa lampu sorot, tetap layak diperjuangkan. Bahwa klub kecil dari liga kecil pun punya hak bermimpi besar.

“Kami tahu kami bukan profesional. Tapi kami bermain dengan hati dan rasa bangga. Bisa mewakili benua, bertemu idola, itu sudah kemenangan buat kami,” kata pelatih Posa.

Auckland City FC adalah pengingat bahwa sepak bola bukan hanya tentang nilai pasar dan transfer bintang. Di balik klub ini ada mimpi-mimpi kecil dari orang-orang biasa yang berani menantang dunia.

Meski kalah, mereka menang secara moral. Meski bukan selebritas, mereka pulang sebagai pahlawan.

Karena di tengah gemerlap stadion dan jutaan mata kamera, ada tim kecil dari Selandia Baru yang membuktikan satu hal: dengan semangat, kerja keras, dan mimpi yang tulus—tak ada yang mustahil.***

Dari berbagai sumber

Editor : Agus Hidayat

Share This Article
Leave a Comment