Sejarah Balon Udara Tradisional di Wonosobo: Warisan Budaya yang Terus Berkembang

Ida Agus
87 Views
3 Min Read

Lintas Topik Balon udara tradisional telah menjadi bagian dari budaya Wonosobo selama hampir satu abad. Tradisi ini dimulai sekitar pertengahan 1920-an, ketika Atmo Goper (1898-1978), seorang ahli pangkas rambut sekaligus seniman asal Krakal Tamanan, Kelurahan Karangluhur, Kecamatan Kertek, memperkenalkan balon udara buatannya kepada masyarakat.

Selain dikenal sebagai pengrajin lampion dan sangkar burung, Atmo juga seorang seniman musik rebana.

Inspirasi membuat balon udara datang dari pengalaman masa mudanya saat melihat pendaratan balon udara berpenumpang di Alun-alun Wonosobo.

 Dari situlah, ia mencoba membuat balon pertama menggunakan kombinasi kertas pilus dan kertas payung. Balon itu pun berhasil mengudara di depan Mushola Krakal Tamanan, disaksikan oleh warga setempat.

Balon Udara Menjadi Tradisi Wonosobo

Kesuksesan Atmo menerbangkan balon udara menjadi daya tarik tersendiri. Kabar mengenai balon udara di Krakal Tamanan menyebar dengan cepat, menarik perhatian warga dari berbagai daerah, bahkan hingga luar Wonosobo.

- Advertisement -
Ad imageAd image

 Acara penerbangan balon udara pun berkembang menjadi ajang tahunan yang dinanti-nanti oleh masyarakat.

Memasuki tahun 1970-an, balon plastik mulai bermunculan. Meskipun begitu, balon tradisional tetap mempertahankan popularitasnya, terutama di kalangan pengrajin senior.

 Balon plastik sendiri lebih sering digunakan untuk menguji arah angin dan kondisi cuaca sebelum balon besar dilepaskan ke udara.

Pada era 1990-an, muncul inovasi dalam pembuatan balon udara dengan menggunakan kertas minyak.

Kertas ini lebih ringan, berwarna-warni, tahan api, dan mudah ditemukan di pasaran, sehingga semakin banyak orang yang menggunakannya.

Tradisi Balon Udara di Indonesia, dari Masa Kolonial hingga Sekarang

- Advertisement -
Ad imageAd image

Jauh sebelum Wonosobo dikenal dengan tradisi balon udaranya, kebiasaan ini sudah berkembang di beberapa daerah lain di Indonesia.

 Salah satunya adalah di Pekalongan, yang memiliki sejarah panjang dalam penerbangan balon udara sejak masa penjajahan Belanda.

Pada tahun 1906, komunitas Nederlandsch-Indische Vereenigig Voor Luchtvaart—perkumpulan penerbangan Hindia Belanda—memulai tradisi menerbangkan balon udara setiap tahun.

 Tradisi ini dibawa oleh keturunan Indo-Belanda dan berkembang menjadi bagian dari budaya setempat.

Saat ini, festival balon udara tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga bentuk pelestarian budaya.

 Di berbagai daerah seperti Wonosobo, Pekalongan, dan Ponorogo, tradisi ini terus dijaga dengan berbagai modifikasi agar tetap aman dan sesuai dengan regulasi penerbangan.

Dengan sejarah panjang dan antusiasme masyarakat yang terus meningkat, balon udara tradisional tetap menjadi simbol budaya yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari identitas Wonosobo dan Indonesia secara keseluruhan.

Balon udara tradisional telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Wonosobo selama hampir satu abad.

 Lebih dari sekadar hiburan, balon udara kini menjadi ikon kebanggaan Wonosobo dan bahkan menjadi trendsetter dalam dunia balon udara di Indonesia.

Seiring waktu, desain dan teknik pembuatannya terus berkembang, menjadikannya semakin menarik dan spektakuler.

Editor : Agus Hidayat

Share This Article
Leave a Comment