Lintas Topik.Com – Setiap tanggal 1 Mei, para pekerja di berbagai daerah di Indonesia turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh Internasional. Spanduk, orasi, dan tuntutan mewarnai ruang-ruang publik sebagai simbol perlawanan dan aspirasi buruh. Tapi perjalanan Hari Buruh di Indonesia tidaklah selalu bebas dan terbuka. Ia pernah dibungkam, dilarang, bahkan dicurigai sebagai ancaman stabilitas negara.
Awal Mula Peringatan Hari Buruh di Indonesia
Peringatan Hari Buruh di Indonesia sudah dimulai sejak era kolonial Belanda. Catatan sejarah menunjukkan bahwa peringatan pertama dilakukan pada tahun 1920, dipelopori oleh organisasi buruh dan tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Sarekat Islam. Saat itu, Hari Buruh menjadi momentum penting untuk menyuarakan keadilan bagi para pekerja pribumi yang hidup dalam ketimpangan dan eksploitasi sistem kolonial.
Setelah Indonesia merdeka, semangat peringatan Hari Buruh tetap hidup. Pada era Presiden Soekarno, 1 Mei dirayakan secara resmi dan menjadi bagian dari kalender kenegaraan. Pemerintah mendukung gerakan buruh sebagai bagian dari kekuatan revolusi nasional. Bahkan pada masa ini, organisasi buruh tumbuh subur dan memiliki pengaruh politik yang besar.
Masa Kelam: Pelarangan di Era Orde Baru
Segalanya berubah drastis setelah peristiwa G30S/1965 dan naiknya rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Gerakan buruh dicurigai sebagai bagian dari “komunisme”, karena kedekatan sebagian organisasi buruh dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Rezim militeristik Orde Baru membungkam semua bentuk unjuk rasa buruh dan melarang peringatan Hari Buruh secara terbuka.
Sebagai gantinya, pemerintah membentuk serikat buruh tunggal yang berada di bawah kendali negara—SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Peringatan 1 Mei pun dihapus dari kalender nasional dan dianggap sebagai kegiatan yang berpotensi mengganggu stabilitas politik dan keamanan.
Selama lebih dari tiga dekade, para buruh tidak bisa lagi menyuarakan aspirasinya secara bebas. Peringatan Hari Buruh hanya dilakukan secara terbatas, jika tidak dilarang sama sekali.
Reformasi dan Kembalinya Suara Buruh
Baru setelah tumbangnya Orde Baru pada 1998 dan bergulirnya era Reformasi, kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat kembali dijamin dalam konstitusi. Serikat-serikat buruh independen mulai tumbuh, dan tuntutan untuk mengakui kembali Hari Buruh sebagai hari penting pun semakin kuat.
Akhirnya, pada tahun 2013, melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi menetapkan 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional. Ini merupakan kemenangan simbolis dan politis bagi gerakan buruh di Indonesia, sekaligus pengakuan atas pentingnya peran pekerja dalam pembangunan bangsa.
Makna Hari Buruh di Indonesia Saat Ini
Hari Buruh kini diperingati dengan berbagai cara—dari aksi turun ke jalan, diskusi publik, hingga kampanye digital. Namun esensinya tetap sama: menyuarakan hak-hak pekerja yang belum sepenuhnya terpenuhi.
Di tengah tantangan zaman seperti sistem kerja kontrak yang kian luas, upah minimum yang sering tak sebanding dengan biaya hidup, dan ancaman terhadap kebebasan berserikat, Hari Buruh menjadi momen refleksi dan konsolidasi.
Peringatan ini juga mengingatkan bahwa kemajuan bangsa tidak hanya ditentukan oleh modal dan elite penguasa, tetapi oleh kerja keras jutaan buruh di berbagai sektor—dari pabrik, sawah, hingga ruang digital.***
Editor : Agus Hidayat