Wonosobo (LintasTopik.com) – Rangkaian puncak peringatan Hari Jadi ke-200 Kabupaten Wonosobo resmi dimulai pada Rabu (23/7) dengan kegiatan ziarah ke makam Ki Ageng Wanasaba, tokoh pendiri Wonosobo, yang terletak di Desa Plobangan, Kecamatan Selomerto.
Ziarah ini dipimpin langsung oleh Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat, bersama jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Sejak pagi, para pejabat hingga masyarakat umum tampak hadir dengan mengenakan busana adat Jawa sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan para leluhur pendiri Wonosobo.
Kegiatan ziarah berlangsung khidmat dan menjadi momen pembuka dari rangkaian panjang peringatan hari jadi kabupaten yang tahun ini memasuki usia dua abad. Setelah berziarah, rombongan dan masyarakat berkumpul di lapangan desa setempat untuk mengikuti Jagong Budaya, yang diisi dengan berbagai pertunjukan kesenian tradisional.
Jagong Budaya turut melibatkan pelajar dari sekolah-sekolah sekitar, yang menampilkan berbagai atraksi seni budaya seperti tari-tarian khas Jawa, tembang, serta pertunjukan musik tradisional. Atmosfer kebersamaan terasa kuat dengan hadirnya warga dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat dan perangkat desa.
Dalam kesempatan tersebut, diserahkan pula Siti Bantala, yaitu segenggam tanah dari makam Ki Ageng Wanasaba, serta air suci yang diambil dari sumber mata air Tuk Sampang, desa Plobangan. Kedua unsur ini memiliki nilai simbolis tinggi, dan akan menjadi bagian penting dalam prosesi Bedhol Kedaton yang digelar pada malam hari.
“Peringatan Hari Jadi Wonosobo ke-200 ini memiliki makna yang sangat mendalam, karena bukan hanya momentum peringatan usia kabupaten, tapi juga refleksi sejarah panjang perjuangan dan perjalanan masyarakat Wonosobo,” ujar Bupati Afif kepada wartawan.
Menurutnya, konsep peringatan tahun ini disusun dengan nuansa budaya yang lebih kental dan pendekatan yang lebih merakyat. Salah satu simbol kebersamaan yang dihadirkan adalah kegiatan kembul bujono, atau makan bersama masyarakat usai Jagong Budaya.
“Masyarakat terlihat antusias. Kami ingin menjadikan Hari Jadi ini bukan hanya seremoni, tapi ruang interaksi budaya dan sejarah antara pemerintah dan warga,” lanjutnya.
Prosesi berikutnya, Bedhol Kedaton, akan dilaksanakan pada Rabu malam. Prosesi ini menggambarkan pemindahan pusat pemerintahan dari Desa Plobangan—sebagai lokasi awal berdirinya kabupaten—ke pusat kota Wonosobo yang sekarang. Bedhol Kedaton diawali dengan kirab pembawa obor dan perlengkapan simbolik pemerintahan oleh ratusan peserta.
Salah satu rangkaian paling sakral dari prosesi ini adalah Topo Bisu, yakni berjalan kaki sejauh beberapa kilometer menyusuri jalan protokol kota tanpa berbicara sepatah kata pun. Sebanyak 600 peserta dari berbagai unsur masyarakat dijadwalkan terlibat dalam topo bisu tahun ini.
Mereka akan mengenakan pakaian adat Jawa dan membawa obor sebagai lambang penerangan dan harapan, sembari menyusuri ruas jalan utama kota. Untuk menambah kekhidmatan, seluruh lampu penerangan jalan akan dipadamkan selama prosesi berlangsung.
Menurut panitia penyelenggara, langkah ini dimaksudkan untuk merekonstruksi suasana masa lalu, serta mengajak masyarakat merenungi perjalanan sejarah Wonosobo selama 200 tahun terakhir.***
Editor : Agus Hidayat