Menjadi Ayah bagi 34 Anak: Kisah Ketulusan H. Asrori di Balik Yayasan Darul Qur’an Wonosobo

Ida Agus
26 Views
4 Min Read
Pondok Pesantren Darul Qur'an Desa Gunungtawang Kecamatan Selomerto Wonosobo yang mengasuh anak anak yatim dan keluarga tidak mampu. ( Ida Agus )

Wonosobo (Lintas Topik.Com) Di lereng tenang Desa Gunungtawang, Kecamatan Selomerto, Wonosobo, berdiri sebuah pondok pesantren sederhana yang memancarkan kehangatan dan kasih sayang. Namanya Pondok Pesantren dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Qur’an. Tempat ini bukan hanya menjadi rumah bagi puluhan anak-anak, tapi juga menjadi saksi ketulusan hati seorang pria bernama H. Asrori (62 tahun).

Berdiri sejak tahun 2010, pondok ini mengasuh 34 anak dari berbagai penjuru daerah. Tak hanya dari Wonosobo dan sekitarnya, ada pula yang berasal dari Sumatera hingga Flores, NTT. Semua dirangkul, disayangi, dan diperlakukan layaknya anak kandung sendiri.

Berawal dari Niat Mulia Sepulang Haji

Kisah Darul Qur’an bermula bukan dari rencana besar, melainkan dari bisikan hati usai menunaikan ibadah haji. Istri H. Asrori tiba-tiba mengungkapkan keinginannya untuk mengasuh anak yatim. Tak butuh waktu lama, Asrori mengiyakan, dan keduanya pun mulai mencari anak yatim di sekitar desa. Lima anak pertama akhirnya tinggal di rumah mereka, mendapatkan kasih sayang, makan, pakaian, dan tempat tidur yang layak.

“Waktu itu belum ada pondok. Mereka tinggal bersama kami di rumah. Saya rawat sendiri, bahkan memandikan dan membersihkan kotorannya. Saya anggap mereka seperti anak saya sendiri,” cerita H. Asrori dengan senyum yang penuh ketulusan.

Merawat dengan Hati, Bukan Sekadar Tugas

Kini, pondok Darul Qur’an telah berkembang. Setiap pagi dimulai dengan sholat subuh berjamaah, mengaji, lalu sekolah bagi yang sudah usia belajar. Sore hingga malam, kegiatan keagamaan kembali dilanjutkan. Disiplin, namun tetap dalam suasana kekeluargaan.

“Siang kemarin, habis istirahat, anak-anak bangun dan langsung mandi. Mereka semangat sekali mau mengaji. Itu yang selalu membuat saya terharu,” ujarnya.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Namun jalan pengasuhan tak selalu mulus. Pernah dalam satu waktu, hanya tersisa satu anak di pondok. Yang lain pulang karena alasan keluarga. Tapi Asrori tak pernah memaksa, karena baginya pengasuhan ini bukan kontrak, melainkan amanah yang dilandasi cinta.

Mandiri Tanpa Mengandalkan Uluran Tangan

Yang menarik, pondok ini tidak bergantung pada bantuan luar. Semua kebutuhan—makanan, pakaian, sekolah, hingga uang jajan—ditanggung langsung oleh H. Asrori dari hasil usahanya.

“Saya dulu berdagang kayu di Solo, sering bolak-balik Wonosobo–Solo. Sekarang pun, usaha itu yang jadi penopang pondok. Meski kadang berat, saya percaya Allah selalu beri jalan,” ujarnya penuh keyakinan.

Kini, ia dibantu oleh tiga pengurus putri dan seorang ustadz laki-laki. Anak-anak yang diasuh pun beragam usia, dari balita 18 bulan hingga remaja 17 tahun yang sudah tinggal sejak masih TK.

Lebih dari Sekadar Pengasuhan

Apa yang dilakukan H. Asrori dan istrinya lebih dari sekadar mendirikan yayasan. Mereka membangun rumah—dalam makna paling dalam. Tempat di mana anak-anak yang kehilangan sosok orang tua bisa kembali merasakan hangatnya pelukan, bimbingan, dan harapan.

Dalam dunia yang makin sibuk dengan urusan pribadi, kisah ini mengingatkan kita bahwa masih ada ruang bagi kepedulian. Bahwa cinta yang tulus bisa mengubah nasib puluhan anak dan memberi arti baru bagi kehidupan.

- Advertisement -
Ad imageAd image

“Saya cuma ingin mereka punya masa depan. Doakan saja, semoga saya selalu sehat dan bisa terus bersama mereka,” tutupnya lirih.


Darul Qur’an mungkin tak megah. Tapi di dalamnya, ada ketulusan yang jauh lebih mewah dari istana manapun.

Share This Article
Leave a Comment