Ad image

Antara Rezeki dan Ketertiban: Dilema Pedagang Jalanan di Sekitar Alun-Alun Wonosobo

28 Views
5 Min Read
Pedagang kaki lima kini banyak menjamur di seputaran alun alun Wonosobo. ( LT / Ida Agus)

Wonosobo (Lintas Topik.com) – Siang hari di kawasan sekitar Alun-Alun Wonosobo selalu punya ritme tersendiri. Jalan Diponegoro dan Soekarno-Hatta mulai ramai oleh lalu lintas, sementara di tepi jalan muncul satu demi satu pedagang kecil dengan gaya khas masa kini: berjualan dari motor, booth lipat, hingga sepeda listrik berisi minuman kekinian.

Tak ada tenda, tak ada kursi plastik, hanya papan menu kecil dan blender mini yang siap berputar. Mereka datang dengan cepat, membuka dagangan sejenak, melayani pelanggan yang melintas, lalu pergi lagi. Begitulah denyut hidup para pedagang kaki lima (PKL) modern yang kini meramaikan kawasan kota.

Namun, di balik kesibukan siang yang tampak biasa itu, ada petugas berseragam cokelat yang juga siaga: Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Wonosobo.

Mereka bukan datang untuk mengusir, melainkan memastikan ruang publik tetap tertib dan aman bagi semua.

Tiga Kali Patroli Sehari

Kepala Satpol PP Kabupaten Wonosobo, Dudi Wardoyo, mengatakan pihaknya melakukan patroli rutin setiap hari Senin hingga Jumat — tiga kali sehari, pada pukul 09.00, 13.00, dan 15.30 WIB.

- Advertisement -

“Patroli ini bagian dari penegakan ketertiban umum, terutama di kawasan tertib kota. Kami tidak ingin aktivitas ekonomi warga terganggu, tapi aturan tetap harus ditegakkan,” ujarnya kepada Lintas Topik, Rabu (8/10/2025).

Dari hasil pendataan terakhir, ada 145 pedagang yang beraktivitas di kawasan tertib kota. Mereka tersebar di sejumlah ruas jalan utama seperti Diponegoro, Pasukan Ronggolawe, Soekarno-Hatta, Veteran, Sidomulyo, Kyai Muntang, Ahmad Yani, R. Soemindro, Bhayangkara, dan Jenderal Soedirman.

Dari jumlah itu, 25 pedagang berjualan dengan kendaraan roda empat, 20 dengan roda dua, 17 dengan sepeda listrik, 3 menggunakan roda tiga, 78 memakai gerobak dorong, dan 2 lainnya berjualan lesehan.

Dudi mengakui bahwa karakter pedagang di kawasan kota kini semakin beragam. Banyak di antaranya pedagang muda yang menjajakan minuman ringan atau camilan cepat saji dengan peralatan ringkas. Sebagian besar datang menjelang siang, saat lalu lintas padat dan warga mulai mencari penyegar di tengah panas kota.

“Kalau siang, mereka mulai muncul. Buka di tepi jalan, jualan sebentar, nanti pindah lagi. Secara visual tidak mengganggu, tapi tetap melanggar karena berada di bahu jalan dan trotoar,” jelas Dudi.

Alih-alih langsung menindak, Satpol PP memilih langkah pendekatan persuasif.
“Kami datangi, kami sampaikan baik-baik. Tujuannya agar mereka paham bahwa trotoar dan bahu jalan bukan tempat untuk berdagang. Kita harap kesadaran itu tumbuh sendiri,” tambahnya.

- Advertisement -

Namun, menurutnya, tantangan terbesar justru ada pada konsistensi.
“Sering kali setelah dihimbau, mereka pergi. Tapi besok datang lagi. Begitu terus. Seolah sudah jadi siklus,” katanya sambil tersenyum.

Menjaga Ruang Publik, Bukan Mematikan Rezeki

Bagi Satpol PP, menjaga ketertiban bukan berarti mematikan usaha kecil. Karena itu, langkah represif hanya dilakukan terhadap pedagang yang benar-benar membandel.

“Kalau sudah diingatkan berkali-kali tapi tetap nekat, ya mau nggak mau kita tindak. Misalnya dengan menyita alat jualan. Tapi sebenarnya kami lebih senang kalau semua bisa tertib tanpa harus ada sanksi,” ujar Dudi.

Ia menegaskan, penertiban ini bukan untuk menutup mata pencaharian masyarakat, melainkan menjaga keseimbangan agar kota tetap nyaman bagi semua.
“Kami tahu mereka cari rezeki. Tapi ada perda yang harus dihormati. Kalau semua berjualan di bahu jalan, nanti arus lalu lintas macet, pejalan kaki juga terganggu,” terangnya.

Dudi menyebut Satpol PP bahkan memberi kelonggaran pada momen tertentu, seperti kegiatan besar di kota.
“Kalau ada acara besar, festival, atau momen khusus, ya boleh. Tapi kalau hari-hari biasa, mohon untuk tidak berjualan di kawasan itu,” tandasnya.

Menjelang sore, kawasan sekitar alun-alun kembali ramai. Mobil-mobil melintas, motor berhenti sebentar membeli minuman dingin, lalu kembali melaju. Sementara itu, tim Satpol PP masih terlihat berjalan kaki menyusuri trotoar, menyapa pedagang dengan ramah.

Suara blender minuman bersahut dengan peluit petugas. Keduanya menjadi harmoni kecil dari rutinitas kota yang tak pernah benar-benar berhenti.

Di tengah lalu lalang itu, satu hal tetap dipegang oleh petugas: ketertiban dan kemanusiaan harus berjalan berdampingan.

“Yang kami inginkan cuma satu,” ujar Dudi pelan, “kesadaran dari semua pihak. Karena kota yang tertib itu bukan karena sering ditertibkan, tapi karena warganya sadar menjaga.”***

Editor : Agus Hidayat

Share This Article
Lintas Topik adalah media online yang memuat berbagai berita dalam berbagai genre. Namun lebih berfokus pada konten lokal dan olah raga. Dikelola oleh tenaga jurnalis yang berkompeten di bidang media. Selain itu Lintas Topik juga memiliki chanel Podcsat yang secara rutin disiarkan dua kali seminggu di dua Radio Radio Citra Fm, Purnamasidi Fm dan Channel Youtube.
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version