Wonosobo (Lintas Topik.Com) — Pukul dua lewat tiga puluh dini hari. Saat sebagian besar orang masih terlelap, Adel Budiarti sudah asyik di dapur kecilnya, menyalakan oven satu per satu. Uap panas mengepul, aroma mentega dan pisang mulai memenuhi udara. Inilah awal dari hari-hari yang kini begitu berbeda — sejak sebulan terakhir hidupnya berubah oleh satu video TikTok.
Tujuh tahun lamanya Adel membuat kue bolen. Dengan alat sederhana dan hanya dibantu satu orang, ia tekun meracik adonan dan membungkus pisang goreng ke dalam kulit pastry buatannya. Dulu, ia hanya bisa menjual 200 bolen sehari. Tapi kini, ia kewalahan. 600 bahkan 800 bolen harus selesai dalam sehari. Semua karena satu hal yang tak pernah ia duga: viral.
“Saya benar-benar kaget… nggak pernah kepikiran kalau bolen yang saya buat ini bisa viral. Orderan naik drastis, peralatan masih sederhana, tenaga juga masih terbatas. Tapi saya jalani… sambil tetap bersyukur,” ujar Adel dengan mata berkaca, namun tetap tersenyum.
Yang memviralkan bukan selebgram. Bukan endorse berbayar. Hanya seorang pembeli yang merekam bolen panas yang baru keluar dari oven—crispy, mengepul, dan menggoda. Ribuan orang melihat, ratusan mulai mencari tahu, hingga akhirnya antrean pembeli datang satu per satu ke rumahnya di Mertosari Kelurahan Selomerto, Kecamatan Selomerto, Wonosobo.
Rumahnya pun masuk ke dalam kampung. Dari depan kantor Kecamatan Selomerto, ada gang kecil yang akan menuju ke rumahnya.
Adel tak pernah punya ambisi jadi pengusaha besar. Ia hanya punya satu keinginan sederhana: makan bolen enak tanpa harus mahal. Dulu, ia pernah membeli bolen seharga Rp50.000 untuk sepuluh buah. Terlalu mahal untuk ukuran camilan harian.
“Waktu itu saya pikir, kenapa nggak coba bikin sendiri? Saya belajar, nyoba-nyoba resep… sampai akhirnya nemu rasa yang pas. Dan ternyata disukai banyak orang,” kenangnya.
Dengan pisang rangken dan pisang raja nangka berkualitas terbaik, yang digoreng dulu dengan mentega sebelum dibalut adonan, bolen buatan Adel punya ciri khas tersendiri. Harga jualnya? Hanya Rp2.500 per buah. Tapi untungnya bisa lebih dari 50 persen. Ia tak ingin mematok mahal. Baginya, makanan enak harus bisa dinikmati semua kalangan.
Namun di balik kesuksesan yang mendadak, ada kelelahan yang tak sedikit. Setiap hari, ia harus bangun sebelum subuh, membuat adonan, melipat satu per satu kue bolen, memanggang, lalu menyusun kotak demi kotak. Suaminya membantu sebisa mungkin, mengantar pesanan sambil berangkat kerja. Selebihnya, semua masih Adel yang lakukan.
“Yang susah itu bagian melipat bolen. Harus rapi dan menarik, karena saya ingin pembeli bukan cuma puas sama rasa, tapi juga penampilan,” katanya.
Kini, banyak yang datang langsung ke rumah. Tak hanya dari sekitar Mertosari, tapi juga dari berbagai kecamatan bahkan kota lain. Mereka harus pesan minimal sehari sebelumnya, karena stok selalu habis lebih cepat dari yang bisa dia produksi.
Adel menamai usahanya Bolen Panas Klenting Kuning. Nama itu bukan sekadar hiasan. Ia terinspirasi dari cerita rakyat—sosok Klenting Kuning yang tampak biasa namun berhati berlian. Sederhana, tapi bersinar.
“Saya ingin usaha ini juga seperti itu. Nggak harus mewah, tapi bisa jadi berkat buat orang lain,” ujarnya lirih.
Bagi Adel, usaha bukan soal angka dan omzet semata. Ia percaya ada kewajiban untuk berbagi dalam setiap rejeki yang datang. Dan ia tak ingin kesuksesan ini membuatnya lupa dari mana ia mulai: dari dapur kecil, dari ketulusan, dan dari obsesi menciptakan bolen enak dengan harga bersahabat.
“Saya cuma ingin orang bisa bahagia makan bolen. Dan bolen panas itu beda rasanya. Ada kriuk, ada hangat, ada sensasi. Itu yang saya jaga dari awal.”
Kini, dari balik dapur kecilnya yang sederhana, cahaya itu menyala terang. Dari tangan yang sabar melipat bolen satu per satu, lahirlah cerita tentang kegigihan, kejutan, dan cinta yang tak pernah padam — bahkan setelah tujuh tahun menunggu waktu yang tepat untuk bersinar.***
Editor : Agus Hidayat