Wonosobo (Lintas Topik.com) – Ketegangan terjadi di Desa Wonokerto, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo, Rabu (20/8/2025). Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Wonokerto Bersatu mendatangi balai desa untuk menuntut Kepala Desa Deny Setya Wibowo mundur dari jabatannya.
Sejak pagi, massa aksi telah memadati area sekitar balai desa. Mereka memasang sejumlah tulisan bernada protes di pagar luar, sebagian besar berisi kecaman terhadap kepemimpinan kades. Tidak sedikit peserta yang mengenakan pakaian putih dengan pita hitam di lengan sebagai simbol perlawanan. Di dalam gedung, teriakan “mundur, mundur!” menggema berulang kali, diarahkan langsung kepada kades yang hadir dalam forum. Aparat kepolisian terlihat berjaga di luar maupun di dalam balai desa untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Koordinator aliansi, Sugeng Rahayu, mengatakan aksi ini tidak sekadar unjuk rasa spontan, melainkan wujud kekecewaan mendalam warga terhadap praktik pemerintahan desa yang dinilai tidak transparan.
“Kalau untuk kami sendiri, yang paling utama adalah transparansi dan kejujuran. Tapi yang kami lihat justru sebaliknya. Ada banyak dugaan penyalahgunaan anggaran, mulai dari pendidikan, bantuan sosial, hingga aset desa,” tegasnya.
Menurut Sugeng, investigasi singkat yang mereka lakukan dalam dua hari terakhir menemukan indikasi kerugian antara Rp6 juta hingga Rp8 juta. Ia merinci, sekitar Rp6 juta dari alokasi seragam sekolah dialihkan untuk kegiatan lain, sedangkan Rp2 juta diambil dari anggaran bibit durian. Selain itu, anggaran pendidikan sebesar Rp10 juta yang seharusnya cair pada 2025 juga disebut tidak jelas penggunaannya.
“Yang saya punya itu sekitar Rp6 juta sampai Rp8 juta, Pak. Itu hasil investigasi singkat, waktunya cuma dua hari,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Aliansi Wonokerto Bersatu juga menuding pengelolaan BUMDes penuh intervensi dari kades. Pengurus yang seharusnya terdiri dari beberapa orang kini hanya dijalankan tiga orang saja, sehingga rawan penyalahgunaan kewenangan. Kasus bantuan sapi dari pemerintah pun ikut dipermasalahkan. Warga mengaku tidak pernah menerima manfaat bantuan tersebut. Bahkan, ada laporan bahwa sapi warga hanya dipinjam sebentar untuk dokumentasi laporan, sementara bantuan yang semestinya diterima tidak pernah muncul.
Gerakan ini mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, tidak hanya pemuda, tetapi juga tokoh agama dan sesepuh desa. Mereka menilai keberanian pemuda menyuarakan kebenaran merupakan langkah penting untuk memperbaiki tata kelola desa.
Di hadapan massa aksi, Kepala Desa Deny Setya Wibowo menanggapi langsung desakan warga. Ia menegaskan bahwa dirinya siap diproses secara hukum jika terbukti bersalah, namun menolak mundur dari jabatannya.
“Saya akan ikuti konsekuensi dan proses yang berjalan di BPD. Saya siap diproses secara hukum, tapi untuk mundur saya tidak,” ujar Deny.
Pernyataan itu justru semakin memicu reaksi keras warga yang kembali meneriakkan tuntutan mundur. Namun, suasana aksi tetap berjalan tertib di bawah pengawalan aparat.
Dari pihak legislatif desa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Wonokerto, Eko Nur Kholik, menegaskan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti aspirasi warga. Menurutnya, dasar pemberhentian kepala desa sudah cukup kuat dan mekanisme akan segera dijalankan.
“Proses pemberhentian ada di BPD. SK pemberhentian nanti turun lewat bupati Wonosobo. Kami akan segera musyawarah dengan minimal dua pertiga anggota BPD sesuai regulasi,” kata Eko.
Selanjutnya, hasil musyawarah BPD akan disampaikan ke camat untuk diteruskan kepada Bupati Wonosobo. Bupati kemudian akan melakukan verifikasi kebenaran usulan tersebut sebelum menetapkan keputusan.
Dari pihak pemerintah daerah, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsos PMD) Wonosobo, Harti, menegaskan bahwa proses pemberhentian kepala desa harus berjalan sesuai aturan yang berlaku. Ia mengacu pada Perda Wonosobo Nomor 6 Tahun 2006 pasal 38, yang menyebut kepala desa berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
“Biarkan Pemda menjalankan tahapan sesuai aturan. Kepala desa tetap menjabat selama proses, tetapi pengawasan akan diperketat. Semua laporan masyarakat akan menjadi dasar audit dari inspektorat,” jelas Harti.
Harti juga mengingatkan bahwa setiap langkah harus sesuai prosedur agar tidak menimbulkan masalah hukum baru. “Tidak ada yang bisa melanggar aturan. Semua harus melalui mekanisme resmi,” tambahnya.
Kini, nasib Kepala Desa Wonokerto berada di tangan BPD dan bupati. Sementara itu, warga menyatakan tidak akan berhenti mengawal tuntutan hingga ada keputusan resmi dari pemerintah daerah.***
Editor : Agus Hidayat