WONOSOBO (Lintas Topik.com) — Alun-alun Wonosobo berubah menjadi lautan manusia pada Kamis pagi, 24 Juli 2025. Ribuan warga dari berbagai penjuru desa tumpah ruah dalam perayaan puncak Hari Jadi ke-200 Kabupaten Wonosobo, hari bersejarah yang bukan hanya menjadi ajang perayaan, melainkan juga momentum kebangkitan, refleksi, dan kebersamaan lintas generasi.
Suasana menjadi kian meriah saat tiga penerjun payung dari AirNav Indonesia melayang anggun dari langit, membawa bendera Merah Putih, lambang Kabupaten Wonosobo, dan bendera AirNav. Atraksi udara ini membuka prosesi Pisowanan Agung dengan penuh kejutan dan kebanggaan.
Dalam sambutannya, Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat menegaskan bahwa peringatan dua abad ini bukan semata seremoni, melainkan tonggak penting untuk mengevaluasi pembangunan dan menyatukan kembali semangat gotong royong yang menjadi jati diri Wonosobo.
“Hari Jadi ke-200 ini bukan sekadar angka. Ini adalah pemacu semangat untuk memperkuat komitmen menyelesaikan persoalan daerah dan membangun masyarakat yang adil serta makmur,” ujarnya penuh semangat.
Tema besar peringatan ini, “Dwi Abad Wonosobo, Kukuh ing Tembayatan, Unggul ing Samukawis, Tumuju Wonosobo Raharjo, Adil, lan Makmur,” menjadi seruan kepada seluruh elemen masyarakat agar bersatu dalam mewujudkan Wonosobo yang lebih unggul, berdaya saing, dan berbudaya.
Pisowanan Agung dan Prosesi Birat Sengkala: Simbol Spiritualitas dan Persatuan
Prosesi Pisowanan Agung diawali dengan pengembalian Panji-Panji Daerah secara simbolis oleh unsur pimpinan Kecamatan Kaliwiro kepada Bupati, Dandim 0707, Kapolres, dan Ketua DPRD Wonosobo, menandakan penguatan legitimasi dan sinergi dari akar rumput hingga pucuk pimpinan daerah.
Disusul prosesi Birat Sengkala, Bupati memercikkan air dari tujuh sumber mata air ke empat penjuru mata angin—sebuah simbol spiritual untuk keberkahan dan kemakmuran Wonosobo ke depan.
Tak ketinggalan, ribuan masyarakat menikmati prosesi Kembul Bujana, momen makan bersama sebagai penutup Pisowanan Agung yang sarat makna kebersamaan. Kemeriahan pun memuncak saat digelar Grebeg Gunungan Sayur, tradisi perebutan hasil bumi yang menjadi lambang kesejahteraan rakyat.
Panggung Rakyat: Seni, Budaya, dan Pengakuan Anak Negeri
Kesenian rakyat juga mengambil panggung utama. Kolaborasi tari Kuda Kepang, Lengger, dan parade busana pengantin Setjanegaran tampil memukau, dibawakan oleh kelompok seni dari Pager Tawon dan Harpi Melati.
Bupati bersama Forkopimda kemudian memimpin ritual Cukur Rambut Gimbal terhadap 10 anak gimbal—upacara sakral khas Dieng yang menjadi daya tarik budaya tersendiri.
Tak hanya itu, Pemkab juga menyerahkan Sertifikat HAKI kepada 30 pelaku ekonomi kreatif, serta Sertifikat Koperasi Merah Putih kepada 15 desa dari 15 kecamatan, sebagai bentuk dukungan terhadap pemberdayaan desa dan swasembada ekonomi.
Komitmen Pemerintah: Bangkit Bersama, Maju Bersama
Mengakhiri pidatonya, Bupati Afif menekankan bahwa tantangan seperti kemiskinan, stunting, perkawinan usia anak, dan ketimpangan pembangunan harus dihadapi secara kolaboratif dan sinergis.
“Wonosobo adalah milik kita semua. Mari kita jaga, rawat, dan bangun bersama untuk masa depan yang lebih cerah,” tegasnya.
Sebagai penutup pesta rakyat, empat kelompok kesenian lokal dari berbagai penjuru kota tampil serentak menghibur warga di empat titik utama alun-alun.
Wonosobo hari itu tak hanya merayakan usia, tapi juga mengukir harapan. Dari langit hingga bumi, dari pimpinan hingga rakyat, semuanya bersatu menyuarakan satu tekad: Wonosobo Raharjo, Adil lan Makmur.***
Editor : Agus Hidayat