Wonosobo (LintasTopik.com) – Social Analysist Research Institute (SARI) bersama Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Migrant CARE menyelenggarakan Workshop Peningkatan Kapasitas Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Keluarganya dalam Proses Politik dan Perencanaan Kebijakan Pembangunan Partisipatif, Kamis–Jumat (21–22/8/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Inklusi, Kemitraan Australia–Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif yang berfokus pada penguatan kelompok rentan, termasuk pekerja migran, keluarga mereka, disabilitas, dan komunitas desa lainnya. Puluhan peserta dari unsur PMI dan perangkat desa mengikuti pelatihan ini, dengan tujuan meningkatkan peran mereka dalam penyusunan kebijakan pembangunan daerah.
Ketua SARI, Tri Hananto, menjelaskan bahwa workshop ini dirancang untuk memberi pemahaman lebih mendalam kepada PMI tentang perencanaan pembangunan yang partisipatif, sistem perencanaan dan penganggaran daerah, serta strategi praktis agar suara mereka dapat masuk ke forum resmi Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
“Kami ingin memastikan pekerja migran tidak hanya diposisikan sebagai objek pembangunan, tetapi juga menjadi subjek yang aktif dalam menyusun kebijakan. Aspirasi mereka harus masuk dalam prioritas pembangunan desa hingga kabupaten,” tegas Tri Hananto.
13 Desa Buruh Migran Jadi Sasaran
Program Inklusi telah menjangkau 13 Desa Buruh Migran (Desbumi) di Kabupaten Wonosobo, yang tersebar di empat kecamatan:
- Sukoharjo: Rogojati, Mergosari, Sukoharjo, Tlogo
- Leksono: Lipursari, Manggis, Kalimendong
- Watumalang: Kuripan, Gondang
- Kertek: Ngadikusuman, Sindupaten, Bojasari, Suren Gede
Desa-desa ini dipilih karena memiliki jumlah pekerja migran yang tinggi, sehingga partisipasi mereka dalam perencanaan pembangunan dianggap sangat penting.
Narasumber dari DPRD dan Bappeda
Workshop ini juga menghadirkan Ibnu Ngakil, anggota DPRD Kabupaten Wonosobo, serta Yuli dari Bappeda Wonosobo sebagai narasumber. Mereka memaparkan alur penyusunan usulan pembangunan melalui Musrenbang.
Menurut Ibnu Ngakil, partisipasi masyarakat menjadi kebutuhan mutlak dalam penyusunan kebijakan, tetapi pemerintah tetap harus mempertimbangkan keterbatasan anggaran.
“Karena anggaran pemerintah terbatas, maka perlu ada skala prioritas. Di sinilah pentingnya masyarakat mengusulkan program yang benar-benar urgen dan menyentuh kebutuhan bersama,” jelasnya.
Sementara itu, Yuli dari Bappeda lebih menyoroti aspek teknis penyampaian Musrenbang. Menurutnya, pemahaman masyarakat tentang alur teknis ini penting agar usulan yang disampaikan tidak berhenti di level desa, tetapi bisa terus dibawa ke tingkat kecamatan hingga kabupaten.
Suara Fasilitator: Aspirasi PMI Harus Didengar
Selain DPRD dan Bappeda, Sarwanto Priadhi, fasilitator dalam kegiatan ini, menegaskan perlunya pembekalan khusus bagi para mantan buruh migran agar lebih percaya diri menyuarakan aspirasi.
“Mereka dulu adalah pahlawan devisa dan sekarang sudah pulang dengan berbagai kondisi. Sebagian kehidupannya berubah mapan, namun banyak juga yang gagal. Ini yang harus diapresiasi dan didengar keinginannya,” ujar Sarwanto.
Simulasi Negosiasi: Belajar Win-Win Solution
Workshop juga menghadirkan simulasi negosiasi. Unsur PMI dibagi menjadi tiga kelompok, sementara perangkat desa tergabung dalam satu kelompok. Masing-masing kelompok PMI diminta menyusun usulan kebijakan sesuai isu yang dipilih, dengan memperhatikan kriteria partisipatif: kejelasan masalah, asas kemanfaatan, dampak dan alternatif solusi, serta anggaran yang realistis.
Selanjutnya, setiap kelompok menunjuk seorang negosiator untuk menyampaikan usulan kepada kelompok Pemdes. Proses diskusi berlangsung interaktif, disertai kritik dan tarik menarik argumentasi. Setelah 15 menit bernegosiasi, kedua pihak diarahkan untuk mencapai kesepakatan berbasis win-win solution.
Menurut Tri Hananto, latihan ini penting untuk membekali PMI keterampilan komunikasi, analisis, improvisasi, serta kemampuan beradaptasi di bawah tekanan. “Dalam forum resmi seperti Musrenbang, keterampilan negosiasi sangat dibutuhkan agar aspirasi masyarakat benar-benar diperhitungkan pemerintah,” jelasnya.
Tiga Fokus Materi Workshop
Workshop ini menitikberatkan pada tiga materi pokok:
- Memberikan pemahaman peserta tentang perencanaan pembangunan partisipatif.
- Mengenalkan sistem perencanaan dan penganggaran daerah.
- Menyusun strategi optimalisasi partisipasi PMI beserta langkah-langkah praktisnya.
Dengan adanya pelatihan ini, SARI bersama Migrant CARE dan Pemkab Wonosobo berharap pekerja migran semakin percaya diri menyuarakan aspirasinya di forum pembangunan desa maupun kabupaten.
“Perencanaan pembangunan yang inklusif akan terwujud bila semua elemen masyarakat terlibat, termasuk PMI, disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Itu yang kami perjuangkan lewat program ini,” tambah Tri Hananto.***
Editor : Agus Hidayat