Sirine Tua Masih Bersuara: Kisah Damkar Wonosobo Melawan Waktu dan Api

53 Views
5 Min Read
Dua armada pemadam kebakaran Wonosobo yang masih digunakan meski satu diantaranya sudah dimakan usia. ( Ida Agus)

WONOSOBO (Lintas Topik.Com) – Sirine itu masih meraung di jalanan, meski keluaran tahun 2005. Badannya mulai  karatan, remnya terkadang tak lagi pakem, Tapi setiap kali panggilan darurat datang, armada tua itu tetap meluncur—mengantar para petugas pemadam kebakaran Kabupaten Wonosobo menuju titik api. Tak peduli siang atau tengah malam, hujan atau kemarau, mereka selalu datang. Tepat waktu bukan karena armadanya layak, tapi karena tekad mereka tak pernah luntur.

Hanya dua armada mobil yang tersedia. Satu merupakan armada tua keluaran 2005, satunya baru datang pada 2019. Dua armada lainnya tak layak jalan dan hanya sebagai pengisi garasi.. Padahal, wilayah kerja mereka mencakup 15 kecamatan yang tersebar di dataran tinggi, lereng gunung, hingga kampung-kampung sempit yang tak bisa dilalui kendaraan.

“Target kami respon time maksimal 15 menit, tapi seringkali itu tidak mungkin. Ada lokasi yang butuh satu jam perjalanan,” kata Musyafak, Kepala Bidang Pemadam Kebakaran Wonosobo saat podcast di Lintas Topik. “Kadang api sudah padam saat kami tiba, yang tersisa hanya pendinginan.”

Hanya Dua yang Bisa Jalan

Kabupaten Wonosobo, dengan 15 kecamatan yang tersebar di lereng dan lembah, hanya memiliki 4 unit mobil damkar. Itu pun, hanya dua yang masih bisa beroperasi. Salah satunya dirilis tahun 2005, yang lainnya baru datang tahun 2019—dan menjadi satu-satunya harapan baru di tengah deru tua yang nyaris roboh.

Cerita ini bukan ilustrasi dramatisasi film laga. Ini keseharian tim pemadam kebakaran Wonosobo. Dengan 19 personel, dibagi dalam tiga regu, mereka tetap siaga 24 jam, bergiliran menjemput panggilan darurat, kadang tanpa kepastian alat bekerja.

- Advertisement -

Tahun 2024, mereka diberi dana Rp 80 juta untuk operasional setahun. Jumlah yang sebenarnya hanya cukup untuk 11 bulan. Namun di tahun 2025, angka itu merosot tajam menjadi Rp 35 juta.

“Kalau Rp 80 juta saja kami harus berhemat, apalagi cuma Rp 35 juta? Tapi kami berusaha agar pelayanan tetap berjalan,” kata Musyafak, lirih.

Anggaran pengadaan armada baru pun sudah berkali-kali diajukan, namun selalu dicoret. Alasannya? Tahun 2023 dan 2024, dana dialihkan untuk persiapan Pemilu dan Pilkada. Tahun 2025, giliran efisiensi anggaran yang menjadi pengganjal.

Sementara itu, APD petugas pun banyak yang sudah aus dan tidak layak pakai.


Respon Cepat yang Tertahan Jarak

- Advertisement -

Secara teori, waktu tanggap (respon time) pemadam seharusnya 15 menit dari panggilan hingga air pertama disemprotkan. Namun itu hanya mungkin di wilayah kota.

“Kami pernah satu jam perjalanan, begitu sampai lokasi, apinya sudah padam. Kami hanya bisa bantu pendinginan,” ujar salah satu petugas.

Kondisi geografis Wonosobo yang berbukit-bukit, ditambah dengan permukiman padat dan gang sempit, membuat mobil pemadam sering tidak bisa menjangkau titik kebakaran. Mereka harus menyambung selang sepanjang-panjangnya dari jalan utama.

Belum lagi, hidran kota banyak yang mati atau tidak mengalir. Satu tangki air damkar hanya mampu menyemprotkan air selama 15 menit. Jika tidak ada sumber air terdekat, mereka harus bolak-balik mengisi ulang.


OTT: Operasi Tangkap Tawon dan Tugas di Luar Tupoksi

Lucunya, permintaan masyarakat kepada Damkar tak hanya soal api. Di Wonosobo, mereka dikenal sering melakukan OTT. Tapi bukan “Operasi Tangkap Tangan”, melainkan “Operasi Tangkap Tawon”.

Selain itu, ada permintaan lain yang tak terduga. Mulai dari menangkap ular, melepaskan cincin yang macet di jari, bahkan ada yang meminta damkar memasang kran air di kamar kos.

“Tugas di luar tupoksi itu sudah biasa. Kadang kami cuma bisa geleng-geleng,” ujar Musyafak sambil tersenyum pahit.


Data dan Realita

Hingga April 2025, Wonosobo mencatat 27 kasus kebakaran, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 24. Penyebabnya hampir semua karena kelalaian manusia.

Damkar menyampaikan pesan sederhana namun penting kepada masyarakat: “Kebakaran itu bisa dicegah.”

Sayangnya, masyarakat kerap hanya mengingat petugas saat api sudah membakar. Tidak sedikit petugas yang mendapat caci maki karena dianggap terlambat datang, padahal medan dan sarana membuat mereka sudah bekerja di luar batas kemampuan.


Harapan dari Balik Asap

Bekerja dalam keterbatasan adalah hal biasa bagi Damkar Wonosobo. Tapi harapan tetap menyala. Mereka tidak menuntut banyak—hanya armada yang layak, alat pelindung yang aman, dan anggaran yang realistis.

“Kami tetap semangat. Karena tugas ini adalah soal panggilan. Tapi tetap, perhatian dari pihak terkait sangat kami harapkan,” tutup Musyafak.

Di balik asap dan suara sirine tua, ada keteguhan hati dan pengabdian tanpa syarat. Karena bagi mereka, “menjaga agar api padam” bukan cuma pekerjaan—itu harga diri.***

Editor : Agus Hidayat

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version