Toko Agung: Rumah Tua, Kisah Lama, dan Jejak Sejarah di Tengah Wonosobo”

79 Views
3 Min Read
Bangunan kuno yang sudah dibangun sejak tahun 1905 dan terletak di sebelah barat Taman Plaza kini menjadi cagar budaya. (Ida Agus)

Di tengah hiruk pikuk Wonosobo yang semakin modern, berdiri tegak sebuah bangunan tua yang seolah menolak lupa. Toko Agung, begitu warga menyebutnya—sebuah toko yang menjual peralatan olahraga dan barang-barang antik—lebih dari sekadar tempat berdagang. Ia adalah saksi bisu perjalanan waktu, warisan sebuah keluarga, dan potongan sejarah kota yang masih hidup hingga hari ini.

Bangunan bercorak kolonial itu berdiri megah di Jalan Ahmad Yani, dengan dua menara khas yang mencolok di lantai atas. Siapa sangka, bangunan itu telah ada sejak tahun 1905. Dibangun oleh Kwik Hwat Sing, seorang tokoh kaya raya pada masanya, rumah ini dulunya adalah tempat tinggal keluarga besar. Luasnya mencapai 17 x 50 meter dengan dua lantai dan tujuh kamar. Lantai dua terbuat dari papan kayu, namun tetap kokoh meski telah berusia lebih dari seabad.

Jajang, sang pewaris sekaligus buyut dari Kwik Hwat Sing, bercerita dengan penuh semangat. “Dulu, dua menara di atas itu adalah ruangan untuk sembahyang. Khas rumah orang Tionghoa zaman dulu, ada tempat khusus untuk persembahan kepada dewa-dewa,” katanya sambil menunjuk ke arah bangunan atas yang masih tampak utuh.

Vibes kolonial begitu terasa ketika melangkah masuk ke dalamnya. Tegel bermotif bunga yang menghiasi lantai seolah membawa kita kembali ke era Hindia Belanda. Pintu dan jendela besar-besar, bergaya khas rumah Belanda, tetap terjaga keasliannya. Yang paling unik, di kaca pintu depan masih terukir inisial “KTG”—singkatan dari Kwik Toa Gong, kakek dari Jajang yang mewarisi rumah tersebut.

“Kwik Toa Gong itu juga orang pertama di Wonosobo yang punya mobil. Di bodi mobilnya, ada tulisan KTG, sama seperti di kaca pintu rumah ini,” ujar Jajang dengan bangga.

Awalnya, rumah ini murni tempat tinggal keluarga. Namun, pada tahun 1950-an, ayah Jajang mulai membuka toko kecil di bagian depan rumah. Namanya: Toko Agung. Awalnya menjual benda antik dan alat kesenian, toko ini kemudian berkembang mengikuti kebutuhan zaman.

- Advertisement -

Menariknya, di sebelah rumah itu juga ada toko lain yang lebih dulu buka—sebuah toko pakaian, juga milik keluarga. Kini, keduanya menjadi bagian dari denyut nadi perdagangan di kota kecil yang sejuk ini.

Meski bangunan ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya, Jajang mengaku belum pernah menerima bantuan untuk perawatan rumah. Namun ia tetap merawatnya dengan penuh cinta, menjadikannya bukan sekadar toko, tapi juga museum kecil yang menyimpan banyak kenangan.

Toko Agung bukan hanya soal barang antik atau alat olahraga. Ia adalah kisah keluarga, warisan budaya, dan bukti bahwa sejarah bisa hidup—asal ada yang menjaganya.***

Editor : Agus Hidayat

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version